Tahun 1851
Lembaga Pekabaran Injil Genootschap voor Inen Uitwendige Zending te Batavia (GIUZ) didirikan di Jakarta oleh beberapa orang Eropa dan beberapa Lembaga Pekabaran Injil. Lembaga ini bekerjasama antara lain dengan Lembaga Pekabaran Injil Zendeling Werkman di Negeri Belanda. Di antara tokoh-tokoh pendiri GIUZ adalah Mr. F.L. Anthing dan Pdt. E.W. King. Mr. F.L. Anthing adalah orang pertama yang melakukan Pekabaran Injil kepada penduduk asli di Jawa Barat, dengan prinsip kerja: “Mengabarkan Injil oleh Penginjil Bumiputra”. Di kemudian hari Mr. F.L. Anthing berhasil mendirikan Pos-pos Pekabaran Injil di Jakarta dan sekitarnya, yang seringkali disebut sebagai “Jemaat-jemaat Anthing”, antara lain: Kampung Sawah, Pondok Melati, Gunung Putri, Cigelam, Cikuya (Banten), Tanah Tinggi, Cakung dan Ciater (dekat Serpong)
Tahun 1854
Zendeling Adolf Muhinickel dikirim oleh Zendeling Werkman ke Jakarta dan ditampung oleh GIUZ. Ia bekerja di Cikuya, Banten tahun 1854-1859 sebagai Guru Sekolah Swasta dan diberi keleluasaan untuk mengabarkan Injil kepada penduduk pribumi.
11 Juli 1855
Dua orang pribumi dari daerah Cikuya, yakni Minggu dan Sarma menerima Baptisan Kudus dalam sebuah pelayanan oleh Pdt. Bierhans di Jakarta. Pelayanan Baptisan Kudus dilakukan di Jakarta karena Muhinickel tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pelayanan tersebut. (Di kemudian hari, GKP meresmikan dan memperingati Tanggal 11 Juli sebagai Hari Pekabaran Injil GKP)
7 Mei 1856
Delapan orang lagi penduduk pribumi Cikuya-Banten menerima pelayanan Baptisan Kudus.
Tahun 1862
Lembaga Pekabaran Injil Nederlandsche Zendelings Vereeniging (NZV) mulai mengirimkan para Zendelingnya ke Jawa Barat.
(NZV didirikan di Rotterdam tanggal 2 Desember 1858 oleh orang-orang dari Gereja Hervormd)
5 Januari 1863
Rombongan Zendeling NZV yang pertama yakni C.J. Albers, D.J. v.d. Linden dan G.J. Grashuis tiba di Jakarta. Mereka melanjutkan perjalanan ke Bandung bulan Maret 1863. Tetapi mereka harus menunggu 2 tahun baru kemudian memperoleh izin kerja dari Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Belanda saat itu.
Tahun 1863
Karena belum memperoleh izin kerja, Zendeling D.J. v.d. Linden pindah ke Cirebon, sedangkan Zendeling C.J. Albers pindah ke Cianjur dan mulai melakukan Pekabaran Injil di daerah itu. Sementara Pdt. E.W. King mendirikan Jemaat Rehoboth di Jatinegara-Jakarta.
26 Desember 1863
Dua orang (suami-isteri) penduduk pribumi, yakni Ismail dan Murti dibaptiskan di Cianjur.
Tahun 1864
Zendeling A. Dijkstra mulai bekerja di Cirebon.
Tahun 1868
Dua orang penduduk pribumi dan satu keluarga keturunan Tionghoa di Cirebon menerima pelayanan Baptisan Kudus oleh Dijkstra. Sementara pada tahun itu S. Coolsma mulai mengabarkan Injil di Bogor. (sampai dengan tahun 1883 tercatat ada 4 orang penduduk pribumi dan 2 orang keturunan Tionghoa yang beragama Kristen di Bogor)
Tahun 1870
A. Geedink mulai mengabarkan Injil di Bandung (sampai dengan tahun 1877 tercatat ada: 25 orang Kristen di Bandung).
Tahun 1872
P.N. Gijsman mulai mengabarkan Injil di Sukabumi (sampai dengan tahun 1883 tercatat ada: 25 orang Kristen di Sukabumi).
Tahun 1876
Zendeling J. Verhoeven mulai bekerja di Majalengka dan sekitarnya.
Tahun 1878
Seminari Theologia Depok didirikan (Cikal-bakal dari STT Jakarta). Sekolah ini dimanfaatkan oleh para Zendeling NZV untuk mempersiapkan orang- orang pribumi untuk membantu mereka mengabarkan Injil.
Tahun 1879
Alkitab Perjanjian Baru terjemahan dalam bahasa Sunda diterbitkan.
Tahun 1882
Dua orang wanita pribumi di Majalengka dibaptiskan. Zendeling Verhoeven pindah ke Cideres, dekat Majalengka.
Tahun 1883
Tujuh orang pribumi di Cideres menerima Baptisan Kudus.
Tahun 1885
Jemaat di Cikuya-Banten yang dibina Mr. F.L. Anthing dan “Jemaat-jemaat Anthing” lainnya serta jemaat peninggalan pelayanan Pdt. E.W. King dimasukkan dalam lingkup pelayanan NZV. Sejak tahun ini pelayanan Pekabaran Injil dikalangan masyarakat di Jawa Barat dilakukan oleh NZV dibantu oleh para Penginjil pribumi.
Tahun 1886
S. Van Eendenburg mendirikan Desa Kristen Pangharapan di Cikembar- Sukabumi. Kebijaksanaan ini dilakukan karena kehidupan orang-orang Kristen pribumi pada waktu itu sangat berat, karena dipencilkan oleh masyarakat. (Di kemudian hari J. Verhoeven mendirikan juga Desa Kristen Palalangon di Ciranjang-Cianjur 1902, dan A. Vermeer mendirikan Desa Kristen Tamiyang di daerah Cirebon)
Tahun 1891
Alkitab lengkap dalam bahasa Sunda hasil terjemahan Zendeling S. Coolsma diterbitkan. Ia memperoleh tugas itu dari Lembaga Alkitab Belanda dan dikerjakan dengan bantuan beberapa orang Penginjil pribumi.
Tahun 1899
Di lapangan pekerjaan NZV di wilayah Jawa bagian Barat terdapat 11 Persekutuan umat Kristen dengan jumlah anggota: 677 Jiwa.
Tahun 1908
Di Jawa Barat terdapat: 26 Sekolah yang didirikan oleh atau mempunyai hubungan dengan NZV dengan jumlah murid: 1.700 orang. Kehadiran sekolah-sekolah itu dari sejak semula merupakan bagian kegiatan NZV.
Tahun 1910
Rumah Sakit Immanuel didirikan di Bandung. (Kemudian hari, menyusul rumah-rumah sakit di tempat lain seperti Cibadak dan Purwakarta) Sejak semula, para misionaris terdorong untuk memberi pelayanan medis kepada masyarakat di Jawa bagian Barat.
Tahun 1915
Tercatat: 24 Jemaat Kristen yang dilayani oleh NZV yang tersebar di Karesidenan Jawa Barat dengan jumlah anggota: 2956 jiwa.
Tahun 1917
Tata Gereja yang diberi nama Atoeran Perkoempoelan Orang Kristen di Pasoendan disahkan dalam konferensi para Zendeling NZV di Jawa Barat.
Tahun 1918
Pdt. Titus ditahbiskan menjadi Pendeta pribumi pertama dalam rangka kegiatan NZV. Sebelumnya dia adalah seorang Penginjil.
Tahun 1932
Wilayah pelayanan NZV di Jawa bagian Barat terdapat: 5.497 orang Kristen Pribumi dan keturunan Tionghoa.
Tahun 1933
Dr. H. Kraemer seorang utusan Lembaga Alkitab Belanda (Nederlands Bijbelgenootschap) sesudah meninjau Jawa Barat menganjurkan agar Jemaat-jemaat di Tanah Pasundan dipersatukan menjadi sebuah Gereja yang mandiri terlepas dari pemeliharaan sehari-hari oleh NZV.
14 November 1934
Gereja Kristen Pasundan menjadi gereja yang berdiri sendiri. Dr. N.A.C Slotemaker de Bruine, konsul Zending yang bertindak mewakili pimpinan NZV di negeri Belanda dalam suatu upacara di Gedung Gereja Jemaat Bandung membacakan piagam penyerahan sekaligus melantik Rad Ageng (Majelis Besar) sebagai badan pimpinan semua jemaat Kristen di Jawa Barat. Pada hari itu juga, diadakan Sidang pertama Rad Ageng terpilih sebagai Ketua Pengurus Harian Rad Ageng ialah Zendeling J. Iken dari NZV, Penulis D. Abednego dan Tan Goan Tjong sebagai Bendahara.
Tahun 1934
Sesudah menjadi Gereja yang mandiri, yang bernama Gereja Kristen Pasundan (GKP), maka ditahbiskan sejumlah Guru Injil Pribumi menjadi Pendeta.
Tahun 1936
GKP yang pada waktu itu disebut de Christelijke Kerk van West Java disahkan menjadi Gereja dengan status Badan Hukum.
Tahun 1938
Berdiri Gereja Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee (sekarang dikenal sebagai Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Barat. Dimulai di Cirebon tahun 1863 dan kemudian di banyak jemaat. Jemaat-jemaat Pasundan merupakan jemaat campuran orang-orang Sunda, Tionghoa dan suku-suku lainnya. Mulai tahun 1930 berangsur-angsur jemaat-jemaat keturunan Tionghoa berdiri di samping jemaat-jemaat Pasundan, tetapi masih tetap tergabung dalam GKP ketika dinyatakan berdiri sendiri tahun 1934).
Di Jawa Barat tercatat: 36 Sekolah Dasar dengan jumlah murid: 3.866 orang. 14 Hollandsh Inlandsche School (HIS), 1 Hollandsch Chineese School, 1 Meer Uitgebreid Leger Onderwijs (MULO) dan 1 Sekolah Guru yang didirikan atau yang ada hubungannya dengan NZV.
Tahun 1942
Kepemimpinan GKP mulai dipegang sepenuhnya oleh orang-orang pribumi (Bumiputra) karena dalam masa pendudukan Jepang para Zendeling Belanda tidak lagi dapat melakukan kegiatannya. Pengurus Harian Rad Ageng saat itu, terdiri: Ketua Pdt. Aniroen, J. Elia sebagai Sekretaris, Martinus Abednego sebagai Bendahara dan Pdt. Kasdo Tjokrosiswondo sebagai anggota.
Pada tahun ini pula NZV menyerahkan pekerjaan pelayanan dan semua harta milik seperti: Sekolah-sekolah dan Rumah-rumah sakit kepada GKP.
Tahun 1945-1949
Pada masa transisi setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), dalam keberadaan RI yang masih muda usia, terjadi pengacauan terhadap jemaat-jemaat GKP, antara lain: di Cigelam, Gunung Putri dan Kampung Sawah. Banyak anggota jemaat yang terpaksa mengungsi atau pindah ke tempat-tempat lainnya.
Dalam masa itu, Pdt. J.v.d.Weg yang sudah dibebaskan dari Kamp tawanan tentara Jepang pergi kembali ke Juntikebon; sebelum pendudukan tentara Jepang ia sudah bekerja di sana. Setibanya di Juntikebon, dia malah dibunuh oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
1946-1947
Kedudukan Pengurus Harian Darurat GKP dipindahkan ke Garut sehubungan dengan gencarnya pertempuran antara Pasukan RI dengan pasukan Belanda di Bandung yang menyebabkan pengungsian besar-besaran pada penduduk kota itu.
Mei 1946
GKP ikut mengambil bagian dalam upaya pembentukan Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja di Jawa (DPG) yang diadakan di Yogjakarta. DPG merupakan wadah oikumenis 6 gereja di Pulau Jawa.
ahun 1950
Persidangan VIII Rad Ageng di Bandung memutuskan istilah Rad Ageng diubah menjadi Sinode, dan istilah pengurus harian diubah menjadi Badan Pekerja sehingga nama lengkap pengurus hariannya menjadi Badan Pekerja Sinode GKP.
GKP juga mengambil bagian dalam Konferensi pembentukan dan menjadi anggota Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kini dikenal dengan nama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Tahun 1951
NZV diintegrasikan ke dalam Nederlandse Hervormde Kerk (Gereja Hervormd Belanda). Sejak itu GKP berhubungan dengan NHK melalui Dewan Pekabaran Injil NHK di Oegstgeest, negeri Belanda. Pada pemberontakan DI/TII, beberapa jemaat GKP di pedesaan mengalami gangguan dan yang paling parah dialami oleh jemaat di Tamiyang, dimana Pdt. Usman Sarin ditembak mati oleh gerombolan pengacau.
Tahun 1953
Harta milik GKP selama bekerja di Jawa bagian Barat (Gedung Gereja, Rumah Sakit, bangunan sekolah dan lainnya) dihibahkan kepada GKP dan GKI Jawa Barat.
Tahun 1956
Sidang Sinode X GKP di Bandung mengesahkan Tata Gereja GKP sebagai pengganti Tata Gereja yang diadakan sejak tahun 1934.
Tahun 1959
GKP menjadi anggota Dewan gereja-gereja di Asia Timur (East Asian Christian Conference, yang di kemudian hari berubah menjadi Dewan Gereja- gereja Asia – Christian Conference of Asia). Pada tahun tersebut GKP tercatat ada: 32 Jemaat, dengan: 9.127 jiwa.
Tahun 1961
GKP menjadi anggota Dewan Gereja-gereja se-Dunia (World Council of Churches)
Tahun 1967
GKP menjalin hubungan kerjasama dengan Presbyterian Church of New Zealand.
Tahun 1968
GKP memulai hubungan kerjasama dengan Basel Mission, Swiss.
Tahun 1970
GKP menjadi anggota Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (World Alliance of Reformed Churches – WARC)
Tahun 1990
Dalam lingkungan GKP terdapat 45 jemaat dan 35 Pos Kebaktian yang tersebar di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Tahun 1999
GKP menetapkan pelayanannya sebagai dasawarsa menuju kepada kemandirian gereja.
Tahun 2002
Jemaat-jemaat GKP berjumlah 50 jemaat, 30 Pos Kebaktian yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten dan DKI Jakarta.
Tahun 2007
GKP mempunyai 5 Klasis, 54 Jemaat dan 30 Pos Kebaktian.
Tahun 2012
GKP mempunyai 5 Klasis, 58 Jemaat dan 14 Pos Kebaktian.
Tahun 2017 saat ini GKP memiliki 6 Klasis, 58 Jemaat, 1 Bakal Jemaat, dan 13 Pos Kebaktian
https://www.gkp.or.id/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan-gereja-kristen-pasundan/